TANDA TANDA GAGALNYA PUASA ROMADHAN
1. Kurang melakukan persiapan di
bulan Syaban.
Misalnya
tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun
tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah
Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa
sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau
banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali
orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut
Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat)
ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan
shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib
menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat
subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin
menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di
bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah
sunnah.
Termasuk
di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah
dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan
baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu
kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan
hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai
Aku mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut
rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu
sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan
minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah).
Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan
tujuan hidup sesungguhnya.
Mendekat
kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan
(Insaniyah).
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan
juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.
Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam
Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan
adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut
setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan
adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah orang yang
selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam
hadits lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang
dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri.
Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya
saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak
membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi
Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhari dari Abu
Hurairah).
Kesempatan
Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya
senantiasa berkata yang baik-baik.
Umar ibn Khattab Ra berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan
dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan
tutur kata yang sia-sia (Al Muhalla VI: 178).
Ciri
orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya.
Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak : Bicara dulu baru berpikir,
bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika
menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung
tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia
dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah
akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik
pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan
tali cinta.
Pelaku
shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan
perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan
tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an
mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.
Allah bertanya : “Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka
menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tingal di
bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah
kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang
sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang
mempunyai Arsy yang mulia” (Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk
gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan
perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan
semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Labil dalam menjalani hidup.
Labil
alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup
juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang
bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa
di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan
dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari
seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh
tidak diberikan kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu
Hurairah)
Bila
seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram,
perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Tidak bersemangat mensyiarkan
Islam.
Salah
satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang
meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat
mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya,
karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana
dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Khianat terhadap amanah.
Shiyam
adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya
dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus
ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang
yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati
amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata.
Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah
maupun dari manusia.
13. Rendah motivasi hidup
berjama’ah.
Frekuensi
shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar
dan haus menajamkan jiwa sosial dan
empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim.
Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling
menguatkan.
“Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan
yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh”
(Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14. Tinggi ketergantungannya pada
makhluk.
Hawa
nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan
pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang
berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang
mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat
kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan
kebenaran.
Sejumlah
peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di
bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah
(Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan
kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan
seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran.
Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai
spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai
pecundang.
16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru
Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah
melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam
benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan
masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam
kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
Jika
cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu
segera instrospeksi.
17. Salah dalam memaknai akhir
Ramadhan.
Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa
dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan
sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa.
Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan
muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai
orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Al-Hasyr: 18).
18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan
orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri.
Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang
menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi
pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi
pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan
merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih
akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara
harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan
orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara
Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya,
ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi
diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi
hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi
Allah secara lebih profesional.
Kesadaran
penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya
saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.**
0 komentar:
Posting Komentar